Kamis, 13 Desember 2012

LARANGAN BERPUASA HARI JUM'AT

LARANGAN BERPUASA PADA HARI JUM'AT

Dari Muhammad bin 'Abbad ia berkata, Aku bertanya kepada Jabir, "Apakah Rasulullah saw. melarang puasa pada hari Jum'at?" Beliau menjawab, "Iya!" (HR Bukhari [1984] dan Muslim [1143]).
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum'at kecuali kamu berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya'," (HR Bukhari [1985] dan Muslim [1144]).
Dalam riwayat lain disebutkan, "Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at dari malam-malam lainnya untuk shalat. Jangan pula kalian mengkhususkan hari Jum'at dari hari-hari lainnya untuk berpuasa. Kecuali bila bertepatan dengan puasa sunat yang biasa ia lakukan," (HR Muslim [1144]).
Dalam riwayat lain dari Abul Aubar, ia berkata, "Suatu ketika aku duduk bersama Abu Hurairah r.a. tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dan bertanya, "Sesungguhnya engkau melarang manusia berpuasa pada hari Jum'at." Abu Hurairah berkata, "Aku tidaklah melarang menusia berpuasa pada hari Jum'at, hanya saja aku mendengar Rasulullah saw, bersabda, "Janganlah berpuasa pada hari Jum'at, karena hari tersebut adalah hari 'Ied kecuali kalian menyambungnya dengan puasa pada hari-hari lain," (Shahih, HR Ahmad [II/365, 422, 458, 526], Ibnu Hibban [3610], 'Abdurrazzaq [7806], ath-Thayalisi [2595], Ibnu Abi Syaibah [III/45]).
Dari Abu Ayyub dari Juwairiyah binti al-Harits bahwa Rasulullah saw. datang menemuinya pada hari Jum'at. Saat itu ia sedang berpuasa. Rasulullah saw. berkata, "Apakah engkau berpuasa kemarin?" "Tidak!" jawabnya. "Apakah engkau akan berpuasa besok?" tanya Rasul lagi. "Tidak!" jawabnya pula. Maka Rasulullah saw. bersabda, "Kalau begitu berbukalah!" (HR Bukhari [1986]).
Dari Junadah bin Abi Umayyah ia berkata, Aku datang menemui Rasulullah saw. bersama beberapa orang dari suku al-Azdi pada hari Jum'at. Rasulullah saw mengundang kami makan bersamanya. Kami berkata, "Sesungguhnya kami sedang berpuasa." Rasul bertanya, "Apakah kemarin kalian berpuasa?" "Tidak!" jawab kami. "Apakah kalian akan berpuasa besok?" tanya beliau lagi. "Tidak!" jawab kami. Rasul berkata, "Kalau begitu berbukalah kalian" Kemudian beliau berkata, "Janganlah berpuasa pada hari Jum'at secara terpisah," (Shahih, HR al-Hakim [III/608], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [2173 dan 2174], Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf [III/44]).
Dari 'Ubaidullah bin Iyad bin Laqith ia berkata, "Aku mendengar Laila isteri Basyir berkata, "Basyir menyampaikan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Rasulullah, "Bolehkah aku berpuasa pada hari Jum'at dan tidak berbicara kepada siapapun pada hari tersebut?" Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah berpuasa pada hari Jum'at kecuali bila hari itu termasuk dalam hari-hari kamu berpuasa. Adapun kamu tidak berbicara kepada siapapun, maka sungguh, berbicara dengan perkataan yang me'ruf dan mencegah dari perkara mungkar lebih baik daripada engkau diam," (Shahih, HR Ahmad [V/224-225], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [1232], al-Baihaqi [X/75-76]).
Kandungan Bab:
  1. Larangan mengkhususkan puasa pada hari Jum'at, baik sengaja maupun tidak.
    Oleh sebab itu, sabda Nabi saw. dalam hadits Abu Hurairah r.a. riwayat muslim, "Kecuali bila bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa ia lakukan" harus ditafsirkan dengan riwayat-riwayat lain, yaitu, "Kecuali kamu berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya." Lebih jelas lagi disebutkan dalam hadits Junadah r.a, "Janganlah berpuasa pada hari Jum'at secara terpisah" maknanya sama seperti dalam hadits Jabir dan Abu Hurairah r.a. Oleh sebab itu, perkataan al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (IV/234) perlu dikoreksi lagi, beliau berkata, "Hadits-hadits ini membatasi larangan mutlak yang disebutkan dalam hadits Jabir. Dan menguatkan tambahan yang telah disebutkan sebelumnya yang membatasi larangan mutlak menjadi larangan berpuasa secara terpisah. Dari pengecualian tersebut dapat dipahami bolehnya berpuasa pada hari Jum'at bagi orang yang berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya. Atau bertepatan dengan puasa sunnah yang biasa dikerjakannya. Seperti orang yang biasa mengerjakan puasa putih (12, 13 dan 14), atau yang biasa berpuasa pada hari tertentu seperti hari 'Arafah yang bertepatan dengan hari Jum'at."
    Perkataan ini perlu dikoreksi dari beberapa sisi:
    1. Riwayat-riwayat di atas saling menjelaskan satu sama lain. Oleh sebab itu, bila bertepatan pada hari yang ia biasa mengerjakan puasa pada hari itu ditafsirkan, dibatasi dan diperjelas maknanya dengan berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya. 
    2. Jika makna mutlak dibatasi dengan sebuah pembatasan, maka tidak boleh melampauinya. Makna tersebut telah dibatasi dalam banyak hadits dengan keharusan berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya, wallaahu a'lam. 
  2. Berpuasa pada hari Jum'at tidak terlarang bila berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya. Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VI/360), "Pendapat inilah yang diamalkan oleh ahli ilmu. Mereka menganggap makruh mengkhususkan berpuasa pada hari Jum'at kecuali berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya." 
  3. Imam Malik berkata dalam kitab al-Muwaththa' (I/311), "Aku tidak pernah mendengar seorang pun dari ahli ilmu dan fiqh atau orang-orang yang diikuti melarang berpuasa pada hari Jum'at. Berpuasa pada hari Jum'at bagus. Aku melihat sebagian ahli ilmu berpuasa pada hari tersebut. Dan menurutku mereka sengaja mengerjakannya."
    Perkataan ini tertolak dari beberapa sisi,
    1. Larangan berpuasa pada hari Jum'at secara terpisah telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih dan jelas. 
    2. Larangan tersebut juga telah dinukil secara shahih dari mayoritas Sahabat Nabi seperti 'Ali, Abu Dzarr, Abu Hurairah dan demikian juga tokoh Tabi'in seperti asy-Sya'bi dan Ibrahim an-Nakha'i. 
  4. Para ulama berbeda pendapat tentang alasan dimakruhkannya mengkhususkan berpuasa pada hari Jum'at. Sebagian mereka berkata: Karena hari Jum'at adalah hari 'Ied. Ada yang mengatakan, Agar ia tidak lesu beribadah. Ada yang mengatakan, Kekhawatiran berlebih-lebihan dalam mengagungkannya sehingga mereka menyimpang seperti menyimpangnya kaum Yahudi karena pengagungan hari Sabtu. Ada yang mengatakan, Khawatir disangka wajib
    Namun alasan pertama yang menjadi sandaran seperti yang dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (IV/235), "Pendapat yang paling kuat dan paling utama adalah yang pertama."
    Saya katakan, "Dalilnya adalah riwayat Abul Aubar dari Abu Hurairah ra dan perkataan 'Ali bin Abi Thalib r.a, "Barangsiapa yang ingin mengerjakan puasa sunnah beberapa hari setiap bulan hendaklah ia berpuasa pada hari Kamis. Janganlah ia sengaja berpuasa pada hari Jum'at karena hari tersebut adalah hari 'Ied, hari makan dan minum. Dengan demikian tergabunglah dua hari yang baik baginya, berpuasa (hari Kamis) dan hari beribadah kaum Muslimin (hari Jum'at)," (Hasan, HR Ibnu Abi Syaibah [III/44], 'Abdurrazzaq [7813])
    Ibnu Qayyim berkata dalam Zaadul Ma'aad (I/419 dan 420), "Alasan ini menimbulkan dua persoalan:
    Pertama: Berpuasa pada hari Jum'at bukanlah haram, sedangkan berpuasa pada hari 'Ied hukumnya haram.
    Kedua: Hukum makruh berpuasa pada hari Jum'at bisa terangkat apabila tidak dikerjakan secara khusus.
    Kedua persoalan tersebut dapat dijawab, bahwa hari Jum'at bukanlah 'Ied besar, namun 'Ied mingguan. Sementara yang diharamkan adalah berpuasa pada hari 'Ied besar. Adapun bila ia berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya berarti puasanya itu bukanlah karena hari Jum'atnya atau hari 'Iednya. Dengan demikian gugurlah mafsadah yang timbul akibat pengkhususannya. Bahkan puasanya pada hari Jum'at terhitung dalam deretan hari-hari puasanya. 
  5. Jika ada yang berkata, Dalam hadits shahih dari 'Abdullah bin Mas'id r.a. disebutkan bahwa ia berkata, "Rasulullah saw. biasa berpuasa di setiap awal bulan selama tiga hari. Dan beliau tidak berbuka pada hari Jum'at."(Hasan, HR Abu Dawud [2450], at-Tirmidzi [742], an-Nasa'i [IV/204] dan Ahmad [I/406]).
    Jawabnya, Diartikan bahwa Rasulullah saw, tidak berbuka (yakni tetap berpuasa) pada hari Jum'at jika bertepatan dengan hari puasa beliau. Oleh sebab itu at-Tirmidzi berkata, "Sebagian ahli ilmu menganjurkan berpuasa pada hari Jum'at. Hanya saja makruh berpuasa pada hari Jum'at bila tidak berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya."
    Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata dalam Zaadul Ma'aad (I/420), "Jelaslah maksudnya bahwa beliau memasukkan hari Jum'at dalam deretan hari puasa beliau. Bukan maksudnya beliau mengkhususkan berpuasa pada hari Jum'at, karena beliau melarangnya. Lalu di manakah letak hadits-hadits shahih berisi larangan yang diriwayatkan dalam kitab ash-Shahihain dari hadits-hadits yang membolehkannya yang tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari penulis kitab Shahih. At-Tirmidzi sendiri menghukuminya sebagai gharib. Lalu bagaimana mungkin dipertentangkan dengan hadits-hadits shahih dan jelas maknanya kemudian didahulukan daripada hadits-hadits shahih tersebut?"
Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/181-185.