segala puji bagi Allah, Rabb semesta
alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Beberapa pertanyaan sering diajukan kepada kami mengenai shalat
tasbih. Apakah benar ada tuntunannya dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengenai shalat ini? Pada kesempatan kali
ini, kami punya kesempatan untuk membahasnya berkat karunia Allah.
Semoga sajian berikut dapat memberikan jawaban bagi siapa saja yang
masih mengganjal mengenai anjuran shalat tasbih tersebut. Hanya Allah
yang beri taufik.Hadits yang Membicarakan Shalat Tasbih
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada ‘Abbas bin Abdul Mutthalib,
يَا عَبَّاسُ
يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ
أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ
أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا
أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ
لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ
صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ
وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ
تُصَلِّىَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ
فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ
وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ
الْقِرَاءَةِ فِى أَوَّلِ رَكْعَةٍ
وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ
اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ
فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا
ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ
فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِى
سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ
عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ
السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ
تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ
تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا
فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِى كُلِّ
رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِى أَرْبَعِ
رَكَعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ
تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً
فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى
كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ
مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى
عُمُرِكَ مَرَّةً
"Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri, aku
karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam kebaikan
yang dapat menghapus sepuluh macam dosa? Jika paman mengerjakan ha
itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman, baik yang awal dan
yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang, yang di
sengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-samar
maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam kebaikan itu ialah; "Paman
mengerjakan shalat empat raka'at, dan setiap raka'at membaca Al
Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka'at pertama
dan masih berdiri, bacalah; "Subhanallah wal hamdulillah walaa
ilaaha illallah wallahu akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi
Allah, tidak ada ilah selain Allah dan Allah Maha besar) "
sebanyak lima belas kali, lalu ruku', dan dalam ruku' membaca bacaan
seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dari
ruku' (i'tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali, lalu
sujud juga membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat kepala dari
sujud (duduk di antara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu
sujud juga membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan
membaca sepuluh kali, Salim bin Abul Ja'd jumlahnya ada tujuh puluh
lama kali dalam setiap raka'at, paman dapat melakukannya dalam empat
raka'at. Jika paman sanggup mengerjakannya sekali dalam sehari,
kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah setiap jum'at, jika tidak
mampu, kerjakanlah setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap
tahun sekali. Dan jika masih tidak mampu, kerjakanlah sekali dalam
seumur hidup." (HR. Abu Daud no. 1297)Dari Anas bin Malik bahwasannya Ummu Sulaim berpagi-pagi menemui Nabi shallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang saya ucapkan didalam shalatku, maka beliau bersabda,
كَبِّرِى
اللَّهَ عَشْرًا وَسَبِّحِى اللَّهَ
عَشْرًا وَاحْمَدِيهِ عَشْرًا ثُمَّ
سَلِى مَا شِئْتِ يَقُولُ نَعَمْ نَعَمْ
». قَالَ
وَفِى الْبَابِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَالْفَضْلِ
بْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِى رَافِعٍ.
قَالَ أَبُو
عِيسَى حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ
غَرِيبٌ. وَقَدْ
رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى
الله عليه وسلم- غَيْرُ
حَدِيثٍ فِى صَلاَةِ التَّسْبِيحِ وَلاَ
يَصِحُّ مِنْهُ كَبِيرُ شَىْءٍ.
وَقَدْ رَأَى
ابْنُ الْمُبَارَكِ وَغَيْرُ وَاحِدٍ
مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ صَلاَةَ التَّسْبِيحِ
وَذَكَرُوا الْفَضْلَ فِيهِ.
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو
وَهْبٍ قَالَ سَأَلْتُ عَبْدَ اللَّهِ
بْنَ الْمُبَارَكِ عَنِ الصَّلاَةِ
الَّتِى يُسَبَّحُ فِيهَا فَقَالَ
يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ
اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ
اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ
غَيْرُكَ ثُمَّ يَقُولُ خَمْسَ عَشْرَةَ
مَرَّةً سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَتَعَوَّذُ
وَيَقْرَأُ (بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ)
وَفَاتِحَةَ
الْكِتَابِ وَسُورَةً ثُمَّ يَقُولُ
عَشْرَ مَرَّاتٍ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ
يَرْكَعُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا.
ثُمَّ يَرْفَعُ
رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فَيَقُولُهَا
عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ فَيَقُولُهَا
عَشْرًا ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ
فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ
الثَّانِيَةَ فَيَقُولُهَا عَشْرًا
يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ عَلَى هَذَا
فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ تَسْبِيحَةً
فِى كُلِّ رَكْعَةٍ يَبْدَأُ فِى كُلِّ
رَكْعَةٍ بِخَمْسَ عَشْرَةَ تَسْبِيحَةً
ثُمَّ يَقْرَأُ ثُمَّ يُسَبِّحُ عَشْرًا
فَإِنْ صَلَّى لَيْلاً فَأَحَبُّ إِلَىَّ
أَنْ يُسَلِّمَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ
وَإِنْ صَلَّى نَهَارًا فَإِنْ شَاءَ
سَلَّمَ وَإِنْ شَاءَ لَمْ يُسَلِّمْ.
قَالَ أَبُو
وَهْبٍ وَأَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ
بْنُ أَبِى رِزْمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
أَنَّهُ قَالَ يَبْدَأُ فِى الرُّكُوعِ
بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَفِى
السُّجُودِ بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
ثَلاَثًا ثُمَّ يُسَبِّحُ التَّسْبِيحَاتِ.
قَالَ أَحْمَدُ
بْنُ عَبْدَةَ وَحَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ
زَمْعَةَ قَالَ أَخْبَرَنِى عَبْدُ
الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِى رِزْمَةَ
قَالَ قُلْتُ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ
الْمُبَارَكِ إِنْ سَهَا فِيهَا يُسَبِّحُ
فِى سَجْدَتَىِ السَّهْوِ عَشْرًا عَشْرًا
قَالَ لاَ إِنَّمَا هِىَ ثَلاَثُمِائَةِ
تَسْبِيحَةٍ.
"Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali,
bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan
alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa
yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan
permintaanmu)." (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga
riwayat -pent) dari Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas
dan Abu Rafi'. Abu Isa berkata, hadits anas adalah hadits hasan
gharib, telah diriwayatkan dari Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam
selain hadits ini mengenai shalat tasbih, yang kebanyakan
(riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan beberapa ulama lainnya
berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka juga menyebutkan
keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin
'Abdah Telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya
bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang
didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir
kemudian membaca SUBHAANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABAARAKASMUKA
WA TA'ALA JADDUKA WALAA ILAAHA GHAIRUKA kemudian dia membaca
SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR
sebanyak lima belas kali, kemudian ia berta'awudz dan membaca
bismillah dilanjutkan dengan membaca surat Al fatihah dan surat yang
lain, kemudian ia membaca SUBHAANALLAH WALHAMDULILLAH WA LAAILAAHA
ILLALLAH WALLAHU AKBAR sebanyak sepuluh kali, kemudian ruku' dan
membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu mengangkat kepala dari ruku'
dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud dengan
membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu mengangkat kepalanya
dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud yang
kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, ia melakukan
seperti itu sebanyak empat raka'at, yang setiap satu raka'atnya
membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap raka'atnnya
membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah dan surat
sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali, jika ia
shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap dua
raka'atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di
raka'at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan
kepadaku 'Abdul 'Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata,
sewaktu ruku' hendaknya dimulai dengan bacaan SUBHAANA RABBIYAL
'ADZIIMI, begitu juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan
SUBHAANA RABBIYAL A'LA sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih
beberapa kali bacaan. Ahmad bin 'Abdah berkata, Telah mengabarkan
kepada kami Wahb bin Zam'ah dia berkata, telah mengabarkan kepadaku
'Abdul 'Aziz dia adalah Ibnu Abu Zirmah, dia berkata, saya bertanya
kepada Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa (waktu mengerjakan
shalat tasbih) apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud sahwi
sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja
(semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada tiga ratus kali. (HR.
Tirmidzi no. 481)Kedua hadits di atas adalah hadits yang menjelaskan tata cara shalat tasbih. Intinya, shalat tasbih dilakukan dengan 4 raka’at. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat tasbih jumlahnya empat raka’at dan tidak boleh lebih dari itu. Jika di siang hari, maka dilakukan dengan sekali salam. Jika di malam hari, maka dilakukan dengan dua kali salam (setiap dua raka’at salam). Shalat ini afdholnya dilakukan sehari sekali. Jika tidak bisa, maka dilakukan setiap Jum’atnya (sepekan sekali). Jika tidak bisa lagi, maka sebulan sekali. Jika tidak bisa pula, maka setahun sekali. Jika tidak bisa lagi, maka seumur hidup sekali. Demikian pendapat ulama yang menganjurkan atau membolehkan shalat tasbih.[1]
Perselisihan Ulama Mengenai Shalat Tasbih
Para ulama berselisih pendapat mengenai disunnahkannya shalat tasbih. Sebab perselisihan mereka berasal dari shahih atau tidaknya hadits yang membicarakan shalat tersebut.
Pendapat pertama: Shalat tasbih disunnahkan. Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. An Nawawi dalam sebagian kitabnya menyatakan bahwa shalat tasbih adalah sunnah hasanah. Lalu beliau berdalil dengan hadits yang membicarakan tentang shalat tasbih.
Pendapat kedua: Shalat tasbih tidak mengapa dilakukan, artinya dibolehkan. Ulama yang berpendapat seperti ini mengatakan, “Seandainya hadits tentang shalat tasbih tidaklah shahih, maka ini adalah bagian dari hadits yang membicarakan tentang fadhilah amal (keutamaan amalan), maka tidak mengapa jika menggunakan hadits dho’if.”
Pendapat ketiga: Shalat tasbih tidak disyariatkan. An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan, “Tentang disunnahkannya shalat tasbih, maka itu adalah pendapat yang kurang tepat karena haditsnya adalah hadits yang dho’if. Shalat tasbih pun adalah shalat yang berbeda dengan shalat biasanya karena tata caranya yang berbeda. Oleh karena itu, tepatnya shalat tersebut tidak berdasar dari hadits dan tidak satu pun hadits shahih yang membicarakannya.” [2]
Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, Imam Ahmad pernah berkata, “Tidak ada yang mengagumkanku (pada shalat tasbih).” Ada yang bertanya, “Mengapa engkau tidak menyukai shalat tasbih?” Beliau mengatakan, “Tidak ada satu pun hadits shahih yang benar membicarakan tentang shalat itu.” Lalu beliau berisyarat dengan tangannya, tanda mengingkari shalat tersebut.[3] [4]
Penilaian Ulama Mengenai Status Hadits Shalat Tasbih
Ibnul Jauzi memasukkan hadits tentang shalat tasbih dalam Al Mawdhu’aat (kumpulan hadits-hadits maudhu’ atau palsu).
Ibnu Hajar dalam At Talkhish menyatakan, “Yang benar seluruh jalan yang membicarakan hadits tersebut dho’if. Hadits Ibnu ‘Abbas memang mendekati syarat hasan. Akan tetapi hadits tersebut mengalami syadz (menyelisihi perowi yang lebih kuat) karena adanya perowi yang bersendirian tanpa adanya syahid (hadits pendukung ) yang dapat teranggap. Shalat ini pun menyelisihi shalat lainnya yang biasa dilakukan.”
Ibnu Taimiyah dan Al Mizzi mendho’ifkan hadits ini. Sedangkan Imam Adz Dzahabi tawaqquf, tidak komentar apa-apa. Demikian dikatakan Ibnu ‘Abdil Hadi dalam Ahkamnya.[5]
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ menyatakan, “Shalat tasbih adalah shalat yang tidak dianjurkan karena haditsnya tidaklah shahih. Bahkan hadits tersebut munkar dan sebagian ulama memasukkan dalam hadits maudhu’ (hadits palsu).”[6]
Sedangkan ada pendapat yang berbeda dalam menilai status hadits shalat tasbih yang dipilih oleh ahli hadits abad ini, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah. Dalam beberapa tempat, beliau rahimahullah menshahihkan hadits tentang shalat tasbih. Beliau juga memiliki kitab tersendiri yang menjelaskan status hadits tentang shalat tasbih, yaitu kitab “At Tawshih li Bayani Sholatit Tasbih”.
Penutup
Pendapat yang lebih menentangkan hati penulis dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan lemahnya hadits yang membicarakan shalat tasbih karena yang menilai demikian adalah kebanyakan ulama yang pakar di dalamnya. Ditambah pula bahwa tata cara shalat tasbih berbeda dengan cara shalat yang biasa dilakukan.
Akan tetapi, siapa yang memilih pendapat ulama yang menshahihkan hadits tersebut kami hargai. Dan silakan ia beramal dengannya jika memang ia yakini shahihnya. Namun tentu saja ini didasari ilmu bukan hanya memperturutkan hawa nafsu belaka.
Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat tasbih itu boleh-boleh saja dilakukan, walaupun haditsnya dho’if, maka cukup kami sanggah dengan ucapan Ibnu Taimiyah, “Hadits dho’if bisa diriwayatkan namun dalam masalah targhib dan tarhib (memotivasi dan menakut-nakuti) saja. Hadits dho’if bukanlah diriwayatkan untuk menyebutkan sunnahnya suatu amalan.”[7]
Tidak tepat pula jika shalat tasbih ini dikhususkan pada malam Jum’at saja, atau pada malam keduapuluh tujuh di bulan Ramadhan sebagaimana dipraktekkan di sebagian daerah. Pengkhususan seperti ini tentu saja butuh dalil yang shahih.[8]
Masih banyak sekali shalat sunnah yang bisa diamalkan, ada shalat Dhuha, shalat Witir dan shalat Tahajud. Jika kita mencukupkan diri dengan shalat yang shahih seperti ini, sebenarnya sudah mencukupi dan juga bisa meraih pahala yang melimpah ruah.
maaf menyadur dari http://www.suaramedia.com/artikel/kumpulan-artikel/25982-kebaikan-dalam-sholat-tasbih-hapus-sepuluh-macam-dosa.html